Arah Kebijakan Kawasan Unggulan dan Korporasi Petani di Provinsi Jambi.

Oleh : Dr. Fahmi Rasid
Dosen UM.Jambi,
Sekretaris PUSDIKLAT LAM Provinsi Jambi.

Kerincidaily.com – Provinsi Jambi dalam menghadapi tantangan ganda dalam pembangunan sektor Pertanian dan Perkebunan, bagaimana Upaya dalam meningkatkan produktivitas dan Upaya untuk peningkatan kesejahteraan PETANI, sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan dan daya saing daerah. Dalam kerangka itulah arah kebijakan pembangunan pertanian dan Perkebunan perlu mengacu pada dua Strategi utama yaitu : pengembangan kawasan unggulan dan pembentukan korporasi petani.

Kebijakan ini sejalan dengan Visi Pembangunan Provinsi Jambi 2025–2029 yang termuat dalam RPJMD yaitu “Jambi Mantap, Berdaya Saing dan Berkelanjutan”, serta didukung oleh misi yaitu : Pemantapan Daya Saing Daerah dan Produktivitas Pertanian, Perdagangan, Industri dan Pariwisata, Dimana Visi dan Misi tersebut meng-isyaratkan bahwa daya saing daerah tidak hanya dibangun dari aspek ekonomi semata, tetapi juga kelembagaan, inovasi, dan pelestarian sumber daya alam (SDA) dalam hal ini pertanian dan perkebunan. Maka oleh sebab itu arah kebijakan pertanian dan perkebunan-pun harus mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berjangka panjang.

Kawasan unggulan merupakan pendekatan pembangunan berbasis wilayah yang mengutamakan potensi lokal sebagai penggerak pertumbuhan. Konsep ini mengacu pada teori Growth Pole dari François Perroux yang menyatakan “bahwa pembangunan harus dimulai dari pusat-pusat pertumbuhan untuk menghasilkan spread effect ke wilayah sekitar”. Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 yang mengatur tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2025–2029. Dokumen ini memuat alur pembangunan nasional selama lima tahun mendatang berdasarkan visi–misi Presiden dan Wakil Presiden hasil Pemilu 2024, dan merupakan turunan dari RPJP 2025–2045.

Dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tersebut, untuk Provinsi Jambi, untuk Kawasan Komoditas Unggulan yaitu Sawit dan Kelapa di prioritaskan pada Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur, kemudian untuk komoditas Sawit dan Karet diprioritaskan pada Kawasan Cekungan Batanghari yakni Kabupaten Muaro Jambi, Batang Hari, Tebo, Bungo serta Merangin. Lalu untuk Kawasan Swasembada Pangan, Air dan Energi di Provinsi Jambi di Prioritaskan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Sarolangun, Kerinci, Merangin dan Kota Sungai Penuh.

Kemudian contoh kawasan yang memiliki keunggulan komparatif yang dapat ditingkatkan menjadi keunggulan kompetitif. Hal ini selaras dengan pemikiran Michael Porter tentang klaster ekonomi, di mana keunggulan bersumber dari keterpaduan antara sektor produksi, distribusi, pengolahan, dan pasar.

Kebijakan kawasan unggulan juga mendukung prinsip berkelanjutan, karena berbasis pada daya dukung lingkungan, efisiensi sumber daya, dan pembangunan yang tidak eksploitatif. Oleh karena itu, penguatan kawasan unggulan harus didukung oleh beberapa factor yaitu : Perencanaan tata ruang yang berpihak pada sektor produktif, Infrastruktur penunjang seperti irigasi dan jalan produksi, Dukungan teknologi pertanian presisi, dan Promosi investasi agribisnis yang berorientasi lokal.

Korporasi Petani

Kelembagaan untuk Daya Saing dan Kemandirian Masih lemah pada posisi tawar petani, dalam rantai nilai merupakan tantangan besar. Hal ini menunjukkan urgensi dibangunnya kelembagaan petani yang kuat melalui model korporasi petani. Model ini bukan semata-mata korporasi dalam arti bisnis besar, melainkan transformasi dari petani individual menjadi petani kolektif yang memiliki badan hukum, manajemen profesional, dan orientasi pasar.

Untuk itu, Kementerian Pertanian Republik Indonesia menggagas model ini dalam kerangka integrated farming dan agribisnis berbasis kawasan. Di tingkat teoritis, Joseph Schumpeter menegaskan bahwa inovasi dan kelembagaan yang adaptif merupakan motor penggerak ekonomi modern. Korporasi petani yang dirancang haruslah memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut :
1. Kepemilikan oleh petani, bukan oleh elite atau pihak luar;
2. Akses terhadap pembiayaan, melalui KUR atau skema pembiayaan daerah;
3. Kemitraan yang setara dengan swasta, termasuk offtaker dan eksportir;
4. Penguatan Sumber Daya Manusia Indonesia dan manajemen yang baik, melalui pelatihan dan pendampingan.

Hal ini diharapkan bisa mampu untuk peningkatan “Model Korporasi” ini dalam daya saing petani itu sendiri karena akan Menjamin mutu dan kontinuitas produksi, Menyediakan skala ekonomi yang efisien, dan Meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan branding.

Sinergi Multi Level Governance dan Perencanaan Terpadu.

Pembangunan kawasan unggulan dan korporasi petani memerlukan koordinasi lintas sektor dan lintas jenjang pemerintahan, sesuai pendekatan multi-level governance (Hooghe & Marks, 2001). Dalam konteks ini, Pemerintah Provinsi Jambi harus menjadi motor sinergi antara Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota, para pelaku usaha, akademisi, dan Masyarakat petani. Sinergi tersebut harus tercantum dalam Program-program seperti : Penyelarasan RPJMD Provinsi dan Kabupaten, Penetapan Kawasan Strategis Provinsi berbasis pertanian, Insentif fiskal untuk korporasi petani (dana bergulir, subsidi bunga), Digitalisasi layanan pertanian (e-market, e-logistik), dan ini harus menjadi bagian integral dari kebijakan publik agar berdaya saing dan berkelanjutan tidak sekadar menjadi visi, tetapi realitas nyata.
Jalan Menuju Petani Sejahtera dan Jambi Mantap.

Pemerintah Provinsi Jambi memiliki peran strategis dalam memastikan sinkronisasi antara RPJMD, RTRW, dan kebijakan sektoral pertanian. Kawasan unggulan dan korporasi petani harus menjadi bagian dari grand design pembangunan pertanian berbasis wilayah yang berorientasi pada keberlanjutan, inklusivitas, dan daya saing. Diperlukan instrumen kebijakan yang adaptif terhadap perubahan iklim, dinamika pasar global, serta digitalisasi sektor pertanian.

Membangun sektor pertanian berbasis kawasan unggulan dan korporasi petani bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Inilah bentuk konkret pelaksanaan Visi Jambi Mantap, di mana petani menjadi subjek pembangunan, bukan sekadar penerima bantuan. Dengan pendekatan yang terencana, inklusif, dan berbasis ilmu pengetahuan, Provinsi Jambi akan mampu menempatkan sektor pertanian sebagai pilar utama ekonomi daerah yang tangguh dan berkelanjutan. Dengan demikian, petani Jambi tak hanya menjadi penghasil komoditas, tapi juga pelaku utama pembangunan, pelindung lingkungan, dan penjaga kedaulatan pangan lokal.

Dengan kata lain, kebijakan kawasan unggulan dan korporasi petani harus menjawab tiga tantangan besar yaitu : (1) Efisiensi Produksi, (2) Kedaulatan Pasar, dan (3) Keberlanjutan Ekosistem. Melalui kemitraan pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat (quadruple helix), Provinsi Jambi dapat menciptakan sistem pertanian modern yang berdaya saing dan mensejahterakan petani secara nyata. Pembangunan pertanian di Jambi tidak boleh lagi bersifat sektoral dan jangka pendek. Harus ada keberanian untuk melakukan transformasi melalui pendekatan kawasan dan kelembagaan petani. Kawasan unggulan dan korporasi petani bukanlah jargon, tetapi strategi nyata untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dan kedaulatan pangan.

Dengan komitmen kuat dari Pemerintah Provinsi Jambi, serta dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, niscaya arah kebijakan ini akan membawa petani Jambi menuju masa depan yang lebih sejahtera, tangguh, dan bermartabat.

Tinggalkan Balasan